19 June 2012

Dunia yang luas ini milik laki-laki (?)

Pernahkah kamu mendengar seorang wanita berkata “Sudahlah, itu bukan dunia perempuan” atau “Dunia yang luas ini milik laki-laki” ?

Terkadang saya sedih mendengarnya. Entah apakah aku yang di“nasehati” seperti itu atau orang lain yang mengungkapkan keadaannya sendiri. Tak jauh beda rasa sedihku mendengarnya.

Indonesia memang pernah memiliki paradigma lama dimana dunia luar adalah milik laki-laki dan dunia perempuan hanyalah di sekitar dapur, rumah, dan urusan anak. Dalam bahasa Jepang, ada suatu ungkapan otoko wa soto onna wa uchi yang secara harafiah berarti ‘laki-laki di luar perempuan di dalam’. Ini menunjukkan banyak sekali ketimpangan dalam pemberian hak-hak asasi antara laki-laki dan perempuan. Keterbatasan hak perempuan seringkali dianggap sebagai suatu hal yang terpuji. Contoh yang paling dapat dilihat adalah perdikat istri yang baik yang ditunjukkan dengan istri yang tidak melawan suami, yang sayangnya sering kali diartikan bahwa istri tidak bisa memberikan pendapat terhadap suatu masalah berkaitan dengan keluarga dll.

Kemudian ada juga yang mengatakan bahwa sosok wanita ideal adalah wanita yang feminin, pandai mengurus urusan rumah tangga, tidak bekerja di luar, dan menurut pada suami. Perdikat-predikat inilah yang membuat sedikit banyak wanita memaklumi bahkan mengamini pembatasan hak mereka, dan bahkan ada yang semakin berusaha meraih gelar wanita baik atau istri idaman tsb.

Walaupun paradigma ini katanya telah berubah setelah kumpulan surat Kartini dipublikasikan dan diterima masyarakat (sayangnya) di saat dia telah meninggal, nyatanya tidak semudah itu mengubah cara pandang banyak orang. Masih ada beberapa perempuan yang berpandangan lama seperti di atas.

Ada seorang teman perempuan saya yang sangat pintar dan baik hati. Dia bahkan mendapat beasiswa untuk belajar di Jepang. Namun, pandangan masa depan yang dilihatnya adalah menjadi seorang ibu rumah tangga dengan tiga anak. Awalnya, saya mengira bahwa, ya, menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah pilihan di antara banyak pilihan yang berjejer di depan matanya. Namun saat katanya dia juga menambahkan “dunia yang luas ini milik laki-laki”, saya sangat sedih. Yang saya sedihkan bukanlah keinginan dia menjadi ibu rumah tangga tetapi pemikiran dia yang merasa seperti tidak ada pilihan lain yang tersedia bagi perempuan.

Ini membuka mata saya bahwa masih ada wanita yang merasa rendah diri dan merasa tidak memiliki atas pilihan yang sayangnya bukan dikarenakan oleh keadaaan sekitar yang membatasi mereka, tetapi dikarenakan oleh cara berpikir lama yang mungkin masih terpatri saat mereka tumbuh dewasa yang diturunkan dari orang-orang tua mereka.

Saya bersyukur dibesarkan oleh orang tua yang selalu menanamkan bahwa ‘tidak ada yang membatasi perempuan untuk menjelajahi dunia’. Saya percaya perempuan juga memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam hal di luar kodrat. Saya menghargai apapun pilihan perempuan terhadap masa depan mereka. Saya hanya berharap semoga pilihan itu memang berdasarkan keinginan atau cita-cita mereka, bukan berdasarkan rasa rendah diri, kecil, atau rasa tidak mempunyai pilihan. Amin.

No comments:

Post a Comment