29 June 2012

Misteri kodok nakal

Di suatu tempat yang jauh di seberang lautan, hiduplah seorang anak laki-laki. Sepintas dia tidak berbeda dengan anak-anak lain. Yah, dia memang tidak berbeda. Sama-sama memiliki dua mata, dua telinga, dua pasang kaki tangan, dan satu mulut.

Sejak kecil dia selalu ingin melakukan hal yang belum dikuasainya. Dia menangis ingin tengkurap saat dia baru bisa menguap dan menggerakkan tangan. Setelah bisa tengkurap ia ingin duduk. Saat baru saja bisa duduk dengan bertumpu pada punggungnya sendiri, dia sudah merengek ingin berdiri. Tak lama kemudian ia pun merajuk ingin berjalan.

Melihat anaknya yang tumbuh sehat dan aktif, sang ibu pun dengan senang hati mengajari anaknya berbagai macam hal. Tak lupa pula menyemangatinya dengan suara yang manis menyenangkan.

"Anakku sudah bisa berdiri! Pinternya..anak siapa ini ya?" sanjung sang ibu yang bersenandung sambil memegangi perut anaknya, menyangga jika tiba-tiba si anak terjatuh.

Jika lutut si anak kurang kuat untuk berdiri lama dan terjatuh, sang ibu pun tak henti-hentinya menenangkan hati si anak.

"Sudah..nggak apa apa ya..cup cup cup..jangan nagis lagi..lantainya nakal ya? cup cup cup sini ibu gendong" katanya dengan senyum sambil menggendong si kecil.


Si anak yang menangis pun memeluk dada ibunya mencari kenyamanan. Memang memberi kenyamanan kadang mendatangkan kenyamanan yang lebih besar pada pihak pemberi. Hingga tak jarang beberapa orang memberi kenyamanan dengan cara apapun.

Saat si anak telah cukup besar, dia berlari kesenangan menikmati kemampuan baru yang dimiliki kakinya. Berlari dan berlari.

Jika dia jatuh tersandung, kembali ibunya menenangkannya.
"eh..cup cup cup..kodoknya nakal ya? cup cup cup..jangan nagis lagi ya.."
Dan si anak pun kembali tenang ke dalam pelukan nyaman ibunya.

Kini anak itu telah belajar berteman dengan beberapa anak lain sebayanya. Mereka bermain penuh tawa. Berlari kejar-kejaran. Berputar-putar. Berebut mainan dan kadang berujung pertengkaran.

Suatu saat sang ibu menemukan anaknya berdiri mematung di samping seorang temannya yang sedang menangis. Anaknya memegang sebuah kereta mainan yang sepertinya menjadi objek rebutan. Kemudian sang ibu pun bertanya pada anak yang menangis, yang kiranya pemilik mainan itu.

"Ada apa sayang?"

Saking sibuknya meraung, anak itu pun tak menjawab.

Si ibu yang tahu persoalannya pun mendatangi anaknya bermaksud membujuknya untuk mau mengembalikan mainan dan bermain bersama kembali.

Namun, sebelum berkata apapun, si anak mendahului.


"Itu karena kodoknya nakal bu"


1 comment: