4 July 2012

Pengalam-Pengamat

Suatu hal yang terjadi pada kita dan apa yang kita rasakan terhadapnya mungkin dirasa berbeda oleh orang-orang sekitar, yang mana mereka berdiri sebagai orang ketiga dan bisa dikatakan pula bahwa mereka murni sebagai pengamat.

Mungkin mereka bisa berbagi perasaan yang sama dengan kita jika mereka ikut memposisikan diri dalam posisi kita, atau sebaliknya kita memposisikan diri sebagai mereka.

Yang sering terjadi adalah pengamat yang berusaha memahami dengan memposisikan diri menjadi pengalam. Jika kita melihat pengamen anak-anak perempatan yang sibuk dan berbahaya, sering kita merasa empati terhadap mereka. Rasa empati ini muncul karena (secara sadar atau tidak) kita telah memposisikan diri menjadi mereka. Dengan demikian kita dapat membayangkan bagaimana beratnya kehidupan yang mereka jalani, bagaimana rasanya harus berpanas-panasan sepanjang hari demi receh yang bahkan tak cukup untuk besok.


Namun, apakah pengalam harus ikut memposisikan diri sebagai pengamat?

YA


Pengalam dalam hal ini bukan hanya mereka yang mengalami kejadian tak enak atau musibah yang memprihatinkan. Kejadian menyenangkan seperti memenangkan sebuah undian berhadiah atau baru saja membeli mobil mewah, itu juga termasuk.


Lalu, mengapa pengalam harus memposisikan diri sebagai pengamat?


Karena apa yang mereka katakan mengenai suatu hal yang mereka alami, mungkin, tidak sesuai dengan apa yang pengamat rasakan. Apalagi jika hal tersebut dipandang dari sudut pandang yang berbeda pula oleh pengamat.
Jadi, intinya sebagai apapun kita, hendaknya menempatkan diri pada posisi orang lain sebelum melakukan atau mengatakan apapun.



>>barusan mengatakan sesuatu yang kiranya kurang berkenan dalam hati pengamat (•__•)



2 comments: